Hukum dasar kimia adalah teori yang merumuskan fakta-fakta empiris dari berbagai observasi dan eksperimen kimia berulang-ulang menggunakan metode ilmiah. Hukum-hukum dasar kimia penting untuk dipahami sebelum mempelajari aspek kuantitatif dan kualitatif ilmu kimia. Aspek kuantitatif meliputi keterkaitan jumlah zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia. Aspek kualitatif meliputi penentuan zat.
1. Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
Berdasarkan pengamatan kuantitatif terhadap eksperimen-eksperimen kimia yang dilakukannya, Antoine Laurent Lavoisier menemukan bahwa: “Dalam sistem tertutup, massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama”. Dengan kata lain, dalam reaksi kimia atom-atom tidak dimusnahkan, tidak diciptakan, ataupun diubah menjadi atom lain, namun hanya mengalami perubahan susunan menjadi partikel zat yang berbeda.
Dari eksperimen-eksperimen tersebut, Lavoisier juga menemukan peranan gas oksigen dalam reaksi-reaksi pembakaran. Massa gas oksigen yang bereaksi dalam reaksi pembakaran juga perlu diperhitungkan. Gas-gas yang terlibat dalam suatu reaksi kimia sebagai pereaksi ataupun hasil reaksi juga memiliki massa yang harus ikut diperhitungkan dalam pengamatan kuantitatif setiap reaksi dalam eksperimen kimia.
Pada eksperimen reaksi pemanasan 572,4 g calx merkuri (HgO) menghasilkan 530 g logam merkuri (Hg) dan 42,4 g gas oksigen (O2), terlihat bahwa total massa zat sebelum reaksi (572,4 g) sama dengan total massa zat setelah reaksi (530 g + 42,4 g). Hal ini sesuai dengan hukum kekekalan massa, di mana pada reaksi kimia tidak terjadi perubahan massa.
2. Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust)
Pada tahun 1799, Joseph Louis Proust menemukan bahwa: “Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa adalah tertentu dan tetap”. Suatu senyawa yang sama meskipun dihasilkan dari reaksi kimia yang berbeda juga akan memiliki komposisi unsur yang sama.
Pada eksperimen reaksi unsur hidrogen (H2) dengan unsur oksigen (O2) membentuk senyawa air (H2O), diperoleh bahwa perbandingan massa hidrogen dengan massa oksigen yang bereaksi selalu tetap, yakni 1 : 8.
massa hidrogen yang direaksikan | massa oksigen yang direaksikan | massa air yang terbentuk | massa pereaksi yang tersisa | massa H2 : massa O2 yang bereaksi |
1 g | 8 g | 9 g | − | 1 : 8 |
1 g | 9 g | 9 g | 1 g oksigen | 1 : (9 – 1) = 1 : 8 |
2 g | 8 g | 9 g | 1 g hidrogen | (2 − 1) : 8 = 1 : 8 |
2 g | 16 g | 18 g | − | 2 : 16 = 1 : 8 |
5 g | 24 g | 27 g | 2 g hidrogen | (5 – 2) : 24 = 1 : 8 |
3. Hukum Kelipatan Perbandingan (Hukum Dalton)
Senyawa merupakan zat yang terbentuk dari gabungan dua atau lebih unsur berbeda dengan komposisi tertentu dan tetap. Gabungan dari dua unsur berbeda memungkinkan dibentuknya beberapa senyawa yang berbeda komposisi masing-masing unsurnya. Misalnya, unsur karbon (C) dan unsur oksigen (O) dapat bergabung membentuk senyawa CO dan CO2.
John Dalton mengamati adanya suatu pola keteraturan terkait dengan perbandingan unsur dalam senyawa-senyawa tersebut. Pola keteraturan tersebut kemudian dirumuskan sebagai Hukum Kelipatan Perbandingan yang berbunyi: “Bila dua unsur dapat membentuk lebih dari satu senyawa dan jika massa salah satu unsur tersebut dalam senyawa-senyawa tersebut adalah sama, maka perbandingan massa unsur yang lain dalam senyawa-senyawa tersebut merupakan bilangan bulat dan sederhana”.
Sebagai contoh, unsur belerang dan unsur oksigen dapat membentuk dua jenis senyawa. Komposisi senyawa I adalah 50% belerang dan 50% oksigen. Komposisi senyawa II adalah 40% belerang dan 60% oksigen.
massa senyawa | massa belerang | massa oksigen | perbandingan massa belerang : oksigen | |
senyawa I | 100 g | 50 g | 50 g | 50 : 50 = 1 : 1 |
senyawa II | 100 g | 40 g | 60 g | 40 : 60 = 1 : 1,5 |
Jika dimisalkan masing-masing terdapat 100 g senyawa I dan senyawa II, terlihat bahwa perbandingan massa belerang dengan massa oksigen pada senyawa I dan senyawa II berturut-turut adalah 1 : 1 dan 1 : 1,5. Bila massa belerang dalam senyawa I dan senyawa II adalah sama, misalnya sama-sama sebanyak 1 g, maka perbandingan massa oksigen dalam senyawa I dengan senyawa II adalah 1 g : 1,5 g atau sama dengan 2 : 3. Nilai perbandingan massa unsur oksigen dalam senyawa I dengan senyawa II ketika massa unsur belerang dalam senyawa I dan senyawa II sama tersebut merupakan bilangan bulat dan sederhana. Hal ini menunjukkan bahwa kedua senyawa tersebut memenuhi Hukum Kelipatan Perbandingan.
4. Hukum Perbandingan Volum (Hukum Gay-Lussac)
Berdasarkan hasil eksperimen terhadap berbagai reaksi kimia dari gas-gas, Joseph Louis Gay-Lussac menyimpulkan bahwa: “Pada suhu dan tekanan yang sama, volum gas-gas yang bereaksi dan volum gas-gas hasil reaksi berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana”. Ia menemukan bahwa jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama, untuk setiap dua satuan volum gas hidrogen (H2) yang bereaksi dengan satu satuan volum gas oksigen (O2) akan menghasilkan dua satuan volum uap air (H2O). Hasil ini menunjukkan bahwa perbandingan volum gas hidrogen : oksigen : uap air adalah 2 : 1 : 2 yang merupakan bilangan bulat dan sederhana. Namun, hukum perbandingan volum tersebut hanya berlaku untuk reaksi-reaksi dalam wujud gas saja.
5. Hipotesis Avogadro (Hukum Avogadro)
Hasil eksperimen Gay-Lussac tentang perbandingan volum gas sebagai bilangan bulat sederhana tidak dapat dijelaskan dengan teori atom Dalton. Dalton gagal menjelaskan perbandingan volum gas hidrogen dan gas oksigen yang menghasilkan uap air adalah 2 : 1 : 2. Menurut teori atom Dalton, perbandingan volum gas hidrogen : oksigen : uap air seharusnya 1 : 1 : 1. Hal ini dikarenakan asumsi Dalton bahwa partikel unsur selalu berupa atom tunggal (monoatomik).
Pada tahun 1811, Amedeo Avogadro menyatakan bahwa partikel unsur tidak harus selalu berupa atom tunggal (monoatomik), tetapi dapat berupa dua atom (diatomik) atau lebih (poliatomik). Partikel unsur yang terdiri dari dua atom atau lebih tersebut disebutnya sebagai molekul unsur. Berdasarkan hal tersebut, Avogadro mengajukan suatu hipotesis yang dikenal dengan Hipotesis Avogadro (kadang disebut juga Hukum Avogadro), yang berbunyi: “Pada suhu dan tekanan yang sama, semua gas yang volumnya sama akan mengandung jumlah molekul yang sama pula”. Jadi, perbandingan volum gas-gas akan sama dengan perbandingan jumlah molekul gas-gas tersebut. Dengan kata lain, nilai perbandingan volum gas-gas yang terlibat dalam reaksi sama dengan koefisien reaksi masing-masing gas dalam persamaan reaksi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut.
Contoh Soal Hukum Dasar Kimia dan Pembahasan
Sebanyak 50 mL (100°C, 1 atm) gas dinitrogen pentaoksida terurai menjadi 100 mL (100°C, 1 atm) gas nitrogen dioksida dan 25 mL (100°C, 1 atm) gas oksigen.
a. Apakah hasil percobaan tersebut memenuhi hukum perbandingan volum?
b. Berapa banyak gas nitrogen dioksida dan oksigen yang dapat dihasilkan jika 0,4 L (100°C, 1 atm) gas dinitrogen pentaoksida terurai?
Pembahasan:
a. Perbandingan volum gas-gas yang terlibat dalam reaksi
gas dinitrogen pentaoksida → gas nitrogen dioksida + gas oksigen
50 mL : 100 mL : 25 mL
2 : 4 : 1
Ya, memenuhi hukum perbandingan volum, karena nilai perbandingan volum gas-gas tersebut bilangan bulat dan sederhana.
b. Perbandingan volum gas dinitrogen pentaoksida : gas nitrogen dioksida : gas oksigen = 2 : 4 : 1
untuk 0,4 L gas dinitrogen pentaoksida yang terurai akan dihasilkan:
volum gas nitrogen dioksida .
volum gas oksigen .
Referensi:
Johari, J.M.C. & Rachmawati, M. 2009. Kimia SMA dan MA untuk Kelas X Jilid 1. Jakarta: Esis
Purba, Michael. 2007. Kimia 1B untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga
Sudarmo, Unggul. 2007. Kimia SMA 1 untuk SMA Kelas X. Jakarta: Phibeta
Kontributor: Nirwan Susianto, S.Si.
Alumni Kimia FMIPA UI
Materi StudioBelajar.com lainnya:
Leave a Comment